Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), menggantungkan harapan besar kepada para guru yang mengabdikan diri untuk mengajar di daerah khusus, khususnya di wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T).
Namun kenyataannya, menjadi guru di daerah khusus kerap memiliki permasalahan dan tantangan tersendiri. Hal itu mendorong guru-guru tersebut harus memiliki kompetensi tambahan untuk mengatasi rendahnya kualitas pembelajaran.
Berdasarkan data, meskipun rasio murid guru di Papua, misalnya, rata-rata sudah 14 : 1 dari angka ideal 15 : 1 menurut Peraturan Pemerintah No. 74/2008 tentang Guru, namun secara kualitas, tingkat harapan sekolah dan melek huruf di Papua masih sangat rendah yakni di angka 10 dan 71.
Dengan demikian, kompetensi tambahan bagi guru khusus mutlak diperlukan agar sanggup mengatasi persoalan pendidikan yang mayoritas dialami oleh daerah-daerah di Indonesia bagian timur. Masalah lain yaitu rendahnya motivasi orang tua/masyarakat, kondisi alam, serta akses yang masih sulit terjangkau.
PGDT
Namun demikian, permasalahan dan tantangan kontekstual yang dihadapi oleh guru daerah khusus, tidak diposisikan sebagai suatu kondisi kepasrahan, akan tetapi kondisi ini direspon baik oleh Ditjen GTK melalui program pelatihan guru daerah tertinggal (PGDT).
Program tersebut ditujukan bagi guru-guru di daerah khusus dengan durasi pelatihan selama tiga bulan dan diberikan sebelum guru-guru daerah khusus mengikuti program pendidikan profesi guru (PPG). Tujuannya selain sebagai bentuk pelatihan fungsional dan kontekstual juga pengkondisian awal bagi guru daerah khusus dalam mengikuti PPG.
Struktur kurikulum dalam program PGDT dirancang agar mampu mengembangkan kompetensi tambahan bagi guru daerah khusus. Pengembangan kompetensi tambahan yang dimaksud, meliputi empat gugus kompetensi tambahan.
Gugus pertama, materi dalam PGDK harus mendorong terbentuknya guru daerah khusus yang memiliki jiwa tangguh dalam mengatasi berbagai kondisi alam, peserta didik dan nilai atau budaya lokal yang menghambat proses pembelajaran.
Gugus kedua, materi dalam program PDGK harus memberikan keterampilan dasar mengajar (Basic Teaching Skill), seperti psikologi pendidikan, memahami karakteristik belajar peserta didik, metode didaktik, keterampilan membuat perencanaan pembelajaran, pengelolaan kelas, penilaian hasil belajar dan laporan hasil belajar.
Gugus ketiga, materi dalam program PGDK harus mengembangkan sikap dan keterampilan guru untuk bertindak secara kreatif dan inovatif. Gugus keempat, materi yang disampaikan dalam program PGDK harus meningkatkan keterampilan komunikasi-persuasif bagi para guru daerah khusus.
Terlepas dari empat gugus tersebut, kemampuan komunikasi persuasif bagi guru daerah khusus merupakan instrumen utama dalam membangun saluran komunikasi dengan berbagai pihak, seperti pemerintahan daerah, orang tua siswa, masyarakat, tokoh agama, tokoh adat dan stakeholder lainnya yang dipandang memberikan dinamika terhadap proses pembelajaran.